Jakarta – Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara Polri dan Ditjen Bea dan Cukai membongkar dugaan pelanggaran ekspor turunan crude palm oil (CPO). Pengungkapan itu bermula dari temuan peningkatan frekuensi ekspor komoditas fatty matter.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut peningkatan ekspor itu seluruhnya berasal dari perusahaan yang sama, yakni PT MMS. Satgassus lantas melakukan analisis dengan teknik validasi data statistik ekspor antara dua negara.
“Beberapa waktu yang lalu telah dilakukan kegiatan pendalaman dengan sistem mirroring analysis, Satgassus terhadap PT MMS terkait dengan adanya pelonjakan yang luar biasa dari ekspor komoditas fatty matter dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, naik hampir 278%,” kata Sigit dalam jumpa pers di Buffer Area MTI NPCT 1 Jalan Terminal Kalibaru Raya, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025).
Sebagai informasi, fatty matter adalah istilah materi lemak atau asam lemak, terutama yang dihasilkan sebagai produk samping dari proses industri seperti pembuatan sabun dan biodiesel. Jenderal Sigit menyebut peningkatan ekspor itu menjadi anomali.
“Dari hasil kerja sama tersebut, maka dilaksanakanlah pemeriksaan terhadap kandungan fatty matter ke tiga lab yang ada, baik yang ada di Bea Cukai, kemudian dari salah satu universitas, dan juga dari laboratorium terpadu,” lanjutnya.
Hasil uji laboratorium diduga kuat produk ekspor yang dilaporkan sebagai fatty matter bukan fatty matter sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 32 Tahun 2024. Diketahui, komoditas tersebut merupakan fatty meter merupakan kategori barang yang tidak dikenakan bea keluar, pungutan ekspor, dan tidak termasuk dalam ketentuan larangan atau pembatasan ekspor (lartas).
“Dari hasil pemeriksaan tersebut, didapati bahwa ternyata kandungan yang ada di dalamnya ternyata tidak sesuai dengan komoditas yang seharusnya mendapatkan kompensasi bebas pajak,” jelas Sigit.
Jenderal Sigit mengungkap produk ekspor tersebut merupakan komoditas turunan turunan crude palm oil yang seharusnya berpotensi untuk dikenai bea keluar dan pungutan ekspor sesuai ketentuan yang berlaku.
“Di dalamnya berisi sebagian besar komoditas campuran dari produk turunan kelapa sawit. Sehingga mau tidak mau, ini yang tentunya akan kita tindak lanjuti bersama dengan Ditjen Bea Cukai untuk pendalaman lebih lanjut,” tuturnya.
Ke-87 kontainer yang diamankan diduga melanggar ekspor produk turunan minyak sawit mentah atau crude palm oil. Jenderal Sigit mengatakan masih mendalami modus penyelundupan turunan CPO ini.
“Kita ingin mendalami lebih lanjut dari modus yang terjadi, terjadi upaya-upaya untuk menyiasati penghindaran terhadap pajak yang tentunya ini sering kali terjadi,” ucapnya.
“Ternyata, celah ini yang kemudian digunakan untuk menyelundupkan, untuk menghindari pajak yang tentunya ini mengakibatkan kerugian negara,” sambung dia.
Dirjen Bea dan Cukai Djaka Bhudi Utama menyebut 87 kontainer yang disita memiliki berat mencapai 1.802 ton. Nilai total barang ekspor itu setara dengan Rp 28,7 miliar.
“Karena setelah kita dalami bahwa dari yang diberitahukan secara berkala sering terjadi pemberitahuan yang tidak sesuai. Untuk itu, berdasarkan kronologi temuannya, 20-25 Oktober 2025 kita berhasil melakukan penegakan terhadap 87 kontainer milik PT MSS di Pelabuhan Tanjung Priok,” ujar Djaka.
“Barang tersebut diberitahukan sebagai fatty matter dengan berat bersih kurang lebih sekitar 1.802 ton atau senilai Rp 28,7 miliar,” tambahnya.













