News

Pertahanan Siber Jadi Kunci: Alasan TNI Tak Perlu Terlibat dalam Penegakan Hukum Sipil

×

Pertahanan Siber Jadi Kunci: Alasan TNI Tak Perlu Terlibat dalam Penegakan Hukum Sipil

Sebarkan artikel ini

JAKARTA – Kuasa hukum Tim Advokasi Reformasi Sektor Keamanan, Gina Sabrina, menilai TNI jauh lebih strategis jika fokus ke pertahanan siber ketimbang masuk ke wilayah penegakan hukum.

Gina melihat model ideal seperti ini diterapkan AS yang memiliki pemisahan jelas: antara pertahanan siber dan penegakan hukum yang dilakukan lewat kolaborasi lembaga di luar militer.

Pakai Hosting Terbaik dan Harga Terjangkau
Cloud Startup - Bikin Website Kamu Makin Ngebut

“Sebenarnya kalau secara ideal bisa saja (Indonesia memodifikasi model pertahanan siber AS),” kata Gina kepada wartawan, Rabu, 19 November 2025.

US Cyber Command memiliki mandat bersifat militer dan pertahanan, bukan kriminal sipil, sehingga secara tegas tidak melakukan fungsi penegakan hukum (law enforcement) domestik di AS.

Sementara penegakan hukum cyber di AS dilakukan berbagai lembaga (kolaborasi) dengan fungsi masing-masing, misalnya, FBI (investigasi kriminal kejahatan siber), NSA (pengumpulan informasi intelijen asing), DHS (perlindungan infrastruktur kritis).

Namun di Indonesia modelnya seperti ‘dimodifikasi’ lewat Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) dengan memasukkan penyidik TNI ke dalam penegakan hukum.

Gina khawatir model seperti ini di dalam negara demokrasi yang semakin matang malah menimbulkan distorsi, dan lebih jauh akan menjadikan TNI jauh dari kata profesional dalam hal keamanan dan ketahanan siber.

“Sebab porsinya sudah di atur seperti polisi yang mana, BSSN yang mana, Komdigi yang mana, tapi dengan adanya kewenangan penegakan hukum, itu menjauhkan TNI dari semangat mendorong pertahanan siber yang siap sedia dengan segala serangan,” jelas Gina.

Tetap Dipaksakan?

Tim Advokasi Reformasi Sektor Keamanan sempat melacak perjalanan RUU KKS yang menurut mereka penuh kontroversi.

Kronologi menunjukkan draf RUU KKS yang beredar pada Januari 2025 tidak mencantumkan pembahasan mengenai peran penyidik TNI.

Namun, hanya beberapa bulan berselang, tepatnya pada 1 Oktober 2025, isu tersebut mencuat setelah beredarnya surat dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum (Kemenkum) yang mengklaim adanya persetujuan untuk memasukkan peran penyidik TNI ke dalam draf tersebut.

Gina menemukan dalam draf yang sudah berubah jadi 68 pasal, ternyata di pasal 56 memang disebutkan ada ketentuan baru pada draf yang disebarkan secara tidak resmi.

Pasal 56 ayat (1) huruf d) mencantumkan TNI sebagai salah satu pihak yang memiliki kewenangan sebagai penyidik untuk tindak pidana keamanan dan ketahanan siber.

Menurut Gina, di situ disebutkan penyidik tindak pidana di bidang keamanan dan ketahanan siber itu dilakukan penyidik Polri, PPNS bidang Komdigi, penyidik instansi pemerintah di bidang keamanan dan ketahanan siber, serta penyidik TNI.

“Jadi memang ada perluasan penyidik TNI yang sebenarnya tidak disebutkan di dalam draft sebelumnya,” kata Gina.

Pasca disahkannya Undang-Undang TNI Nomor 3 Tahun 2025 yang merevisi UU Nomor 34 Tahun 2004, tugas TNI memang mengalami perluasan.

Salah satu tugas yang secara eksplisit ditambahkan adalah upaya untuk menanggulangi ancaman pertahanan siber.

Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d), namun perlu ditekankan bahwa peran TNI dalam domain siber ini secara spesifik berada dalam konteks pertahanan negara, bukan penegakan hukum sipil.

“Tidak disebutkan (TNI) dalam konteks penegakan hukum. Nah, ini yang jadi pertanyaan sebenarnya kenapa konteks pertahanan itu diperluas menjadi penegakan hukum,” jelas Gina.

Saat ini muncul kecurigaan publik yang mendalam karena keterkaitan antara kronologi perubahan draf RUU KKS (yang tiba-tiba memunculkan penyidik TNI) dengan kasus kedatangan Dansatsiber TNI ke Polda Metro Jaya terkait laporan terhadap content creator Ferry Irwandi.

Hal ini menjadi sorotan karena penyidik TNI secara hukum tidak berwenang melakukan proses penegakan hukum terhadap warga sipil.