Jakarta – Menjelang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur Ali Mahdi mengingatkan publik agar tak mengulangi kesalahan aksi provokatif yang berujung ricuh seperti akhir Agustus lalu. Ia menegaskan, ruang kritik terhadap pemerintah memang terbuka lebar, namun harus dilakukan secara santun, cerdas, dan beradab bukan dengan amarah yang membakar dan memecah bangsa.
Dalam Podcast Koma bertajuk “1 Tahun Prabowo–Gibran, Saatnya Kritik Cerdas Bukan Aksi Panas” Habib Syakur Ali Mahdi menegaskan pentingnya menjaga nalar dan akal sehat di tengah derasnya arus provokasi politik yang kerap menunggangi isu sosial.
Menurutnya, pemerintahan Prabowo–Gibran saat ini telah menunjukkan ketegasan dalam penegakan hukum, pemberantasan korupsi, serta komitmen terhadap swasembada pangan dan ketahanan nasional. Namun, di sisi lain, kebebasan berpendapat yang tak diimbangi etika dan nilai Pancasila justru dimanfaatkan kelompok-kelompok radikal untuk memecah belah masyarakat.
“Aksi menyampaikan aspirasi itu sah dan dijamin undang-undang. Tapi kalau ujungnya menyerang kantor polisi, memaki aparat, dan memprovokasi rakyat, itu bukan lagi kritik itu chaos. Negara ini butuh kritik cerdas, bukan amarah yang dibungkus demokrasi,” tegas Habib Syakur, hari ini.
Ia juga menilai, maraknya ujaran kebencian dan propaganda radikalisme di media sosial menjadi ancaman serius bagi keutuhan bangsa. “Kita ini sudah kehilangan identitas kesantunan. Bahasa publik semakin kasar, debat TV seperti pasar malam. Kalau tidak dikontrol, bangsa ini bisa kehilangan jati dirinya,” ujarnya.
Habib Syakur mendorong masyarakat, khususnya generasi muda dan kalangan aktivis, untuk tetap kritis namun rasional. Ia mengingatkan bahwa provokasi digital dari kelompok anti-Pancasila, termasuk eks-HTI dan simpatisan FPI, masih aktif memainkan isu keagamaan dan politik identitas untuk menumbuhkan distrust terhadap pemerintah.
“Anak muda harus berpikir logis. Negara tidak mungkin mencalonkan presiden tanpa legalitas. Jangan mau diseret oleh kelompok yang memang ingin melumpuhkan Indonesia lewat fitnah dan isu murahan,” ujarnya.
Terkait dinamika politik menuju satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran, Habib Syakur menilai pemerintah telah menunjukkan konsistensi dalam melanjutkan program strategis era Presiden Jokowi. Namun, ia mengingatkan agar partai politik tidak sekadar menjadi “penikmat kuasa lima tahunan” dan harus ikut turun meredam tensi politik di akar rumput.
“Ketua partai jangan hanya muncul saat pemilu. Saat masyarakat resah, saat politik panas, mereka juga harus turun menyejukkan suasana, bukan diam menikmati proyek,” sindirnya tajam.
Sebagai penutup, Habib Syakur menyerukan agar seluruh elemen bangsa memperkuat pendidikan Pancasila dan ketahanan keluarga dari arus provokasi digital. Ia menegaskan, ketahanan sosial bangsa dimulai dari rumah.
“Kalau anak-anak diawasi ibunya, kalau keluarga paham nilai kebangsaan, maka bangsa ini akan kuat. Jangan biarkan sosial media menggantikan akal sehat,” tandasnya.
Menjelang momentum setahun pemerintahan Prabowo–Gibran, masyarakat diimbau tidak terjebak pada agitasi atau provokasi yang memanfaatkan ruang demokrasi untuk kepentingan destruktif. Kritik boleh, bahkan harus tapi yang membangun, bukan membakar.