Opini

Bunga Khilafah Duri Bangsa

×

Bunga Khilafah Duri Bangsa

Sebarkan artikel ini

Oleh Ayik Heriansyah
Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jawa Barat

Muslimah Hizbut Tahrir (HT) adalah salah satu entitas perempuan dalam gerakan Islam radikal yang menunjukkan ambiguitas tajam dalam isu gender.

Pakai Hosting Terbaik dan Harga Terjangkau
Cloud Startup - Bikin Website Kamu Makin Ngebut

Di satu sisi, mereka menolak mentah-mentah gagasan kesetaraan gender dan feminisme, dengan alasan bahwa ide tersebut berasal dari Barat dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Di sisi lain, mereka mengakui bahwa laki-laki dan perempuan setara di hadapan Allah, namun tetap menempatkan perempuan dalam peran domestik: sebagai ibu, pendidik anak, dan pengelola rumah tangga.

Ironisnya, perempuan dalam HT justru sangat aktif di ruang publik. Mereka menjadi perekrut, propagandis, penggerak aksi politik, bahkan penggagas wacana ideologis. Walaupun mereka tetap menolak gagasan perempuan sebagai pemimpin politik. Ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap kesetaraan bukanlah soal kapasitas, melainkan soal tafsir ideologis yang rigid dan selektif.

Pendekatan “gender instrumentalis” dapat membantu membongkar ambiguitas ini. HT memandang peran laki-laki dan perempuan sebagai saling melengkapi dalam mendukung tujuan organisasi. Mereka membentuk struktur terpisah:
– Rijal (laki-laki) dan Nisa (perempuan)
– Masing-masing dipimpin oleh koordinator sendiri
– Namun tetap tunduk pada satu otoritas tertinggi: Amir HT

Struktur ini bukan hanya didasarkan pada ideologi gender, tetapi juga strategi keamanan. Dengan pemisahan yang ketat, HT mampu menjaga kerahasiaan dan ketahanan organisasi dari penetrasi dan penindakan pemerintah. Perempuan dijadikan garda depan dalam perekrutan, terutama di kalangan pelajar, profesional, dan bahkan istri aparat.

Sekilas, HT tampak seperti organisasi dakwah biasa. Namun di balik retorika dakwah, mereka memiliki koneksi kuat dengan jaringan jihad global. Meski tidak selalu menjadi pelaku langsung, HT terbukti mendukung milisi jihad di Suriah seperti Jabhah Nushrah yang berafiliasi dengan al-Qaida. Mereka juga mengadopsi doktrin thalabun nushrah mencari dukungan militer untuk merebut kekuasaan secara non-konstitusional.

Muslimah HT memainkan peran penting dalam konsolidasi politik internal. Mereka merekrut istri aparat untuk mempengaruhi suami mereka, menyebarkan doktrin khilafah, dan memperluas jaringan ideologis. Militansi mereka tidak bersifat fisik, tetapi ideologis dan sosial, membentuk opini, membangun komunitas, dan menyusup ke ruang-ruang strategis.

Yang membuat Muslimah HT semakin berpengaruh adalah basis sosial mereka yang kuat. Banyak dari mereka berasal dari kalangan berpendidikan tinggi: mahasiswa, dosen, dokter, guru, dan aktivis sosial. Dengan modal intelektual ini, mereka mampu menyebarkan gagasan secara sistematis dan menyusup ke berbagai lapisan masyarakat.

Penolakan terhadap feminisme tidak membuat mereka pasif. Justru mereka aktif membangun narasi tandingan, mengemas ide khilafah dalam bahasa keadilan dan solusi global. Ini membuat mereka menarik bagi sebagian perempuan muda yang merasa kecewa terhadap sistem politik dan sosial yang ada.

Singkatnya, Muslimah Hizbut Tahrir adalah kelompok dengan sikap ambivalen terhadap gender, aktif dalam aktivitas publik dan politik, serta bagian dari jaringan ideologis yang berpotensi membawa kekerasan demi tujuan khilafah. Struktur organisasi yang rapat, strategi komunikasi yang canggih, dan ambisi politik yang radikal menjadikan mereka ancaman nyata bagi stabilitas dan keamanan nasional.

Mereka bukan sekadar kelompok dakwah, tetapi bagian dari gerakan transnasional yang mengusung ideologi anti-demokrasi, anti-nasionalisme, dan anti-konstitusi. Perempuan dalam HT bukan korban, melainkan aktor aktif yang memainkan peran strategis dalam menyebarkan ideologi dan memperluas pengaruh.