News

Internet Jadi Medan Baru Terorisme, Banser: Siapa Saja Bisa Terpapar!

×

Internet Jadi Medan Baru Terorisme, Banser: Siapa Saja Bisa Terpapar!

Sebarkan artikel ini

Jakarta – Ancaman terorisme kini tidak lagi hanya hadir di medan perang nyata, tapi sudah merasuk jauh ke ruang digital. Dunia maya kini menjadi ladang subur penyebaran ideologi kekerasan, propaganda teror, hingga ajakan intoleransi yang mengancam masa depan bangsa.

Kadensus 99 Satkornas Banser, Ahmad Bintang Irianto, dengan tegas menyatakan bahwa kelompok radikal dan intoleran tengah menjadikan internet sebagai arena dominan untuk menyebarkan virus kebencian. Fakta terbaru penangkapan dua pelaku teror digital di Kabupaten Goa dan Purworejo menjadi bukti tak terbantahkan.

Pakai Hosting Terbaik dan Harga Terjangkau
Cloud Startup - Bikin Website Kamu Makin Ngebut

Di Goa, seorang remaja 18 tahun berinisial MAS ditangkap Densus 88 karena menyebarkan propaganda ISIS dan ajakan pengeboman tempat ibadah. Di Purworejo, pria berinisial AF (32) diamankan lantaran terafiliasi jaringan Anshor Daulah dan aktif menyebarkan paham radikal lewat media sosial.

“Ini membuktikan radikalisme bukan lagi sekadar barisan bersenjata, tapi sudah merasuk ke nalar generasi muda lewat narasi menyimpang. Bahayanya, wajahnya bisa tampak damai, tapi menyimpan agenda tersembunyi yang mengancam keutuhan NKRI,” tegas Ahmad Bintang.

Data menohok juga datang dari BNPT dan Kementerian Komunikasi Digital yang mencatat sepanjang 2024 saja, sebanyak **180.954 konten berbahaya** bermuatan radikalisme, intoleransi, ekstremisme, dan terorisme telah diblokir. Mayoritasnya berasal dari propaganda jaringan teroris global seperti ISIS, HTI, dan JAD.

Ahmad Bintang mengingatkan bahwa strategi kontra-radikalisasi tak bisa hanya mengandalkan penindakan. Pendidikan kebangsaan, literasi digital kritis, hingga kampanye narasi tandingan yang menyebarkan toleransi, persatuan, dan cinta tanah air harus semakin digalakkan.

“Jangan pernah lengah! Musuh kita hari ini bukan lagi berseragam militan di hutan, tapi narasi sesat yang meracuni pikiran, menyusup di balik wajah polos, bahkan berusaha merongrong institusi resmi,” tandasnya.

Publik pun didorong untuk lebih waspada, kritis, dan berani melawan setiap narasi radikal di media sosial. Karena perang hari ini bukan hanya soal senjata, tapi juga perang ideologi di dunia maya yang menentukan nasib generasi Indonesia ke depan.