Ragam

Syam Basrijal Sarankan Kebijakan Study Tour Dibahas Bersama Semua Stakeholders

×

Syam Basrijal Sarankan Kebijakan Study Tour Dibahas Bersama Semua Stakeholders

Sebarkan artikel ini
Syam Basrijal
Founder Restorasi Jiwa Indonesia, Syam Basrijal.

JAKARTA – Founder Restorasi Jiwa Indonesia, Syam Basrijal menyarankan agar polemik tentang larangan study tour oleh Pemprov Jawa Barat dikaji lebih mendalam dan holistik sehingga tidak merugikan satu belah pihak.

“Pemimpin bijaksana tidak menunda tindakan, tetapi ia memastikan setiap langkah lahir dari analisis menyeluruh. Ia bertanya, ‘Bagaimana saya bisa menghentikan masalah ini sekarang, sambil memastikan semua pihak bisa berjalan lagi dengan aman?‘,” kata Syam Basrijal kepada wartawan, Sabtu (9/8/2025).

Pakai Hosting Terbaik dan Harga Terjangkau
Cloud Startup - Bikin Website Kamu Makin Ngebut

Ia pun menyinggung soal tragedi yang merenggut nyawa pelajar akibat aktivitas study tour yang menjadi salah satu alasan munculnya kebijakan larangan study tour tersebut. Menurut Syam, insiden tersebut memang jelas mengguncang nurani. Bahkan ia menakankan tidak ada yang mau membantah bahwa keselamatan harus menjadi prioritas. Namun, pertanyaan besar selanjutnya menurut Syam adalah, bagaimana cara agar pemangku kebijakan menjaga keselamatan tanpa mengorbankan hak belajar, keberlangsungan ekonomi lokal, dan rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat.

Jika seorang pemimpin yang reaktif, tentu bisa jadi mengambil kebijakan yang kurang tepat, yakni langsung melarang kegiatan yang menjadi bagian dari peristiwa kelam tersebut. Sehingga dampak yang terjadi menurut kalkulasinya ada dua, pertama untuk jangka pendek dan kedua adalah untuk jangka panjang.

“Publik melihat pemimpin ‘bergerak cepat’, dan rasa khawatir sementara mereda. Namun di balik itu, ada konsekuensi yang tidak kecil,” ujarnya.

Dampak besar itu diurai Syam antara lain, bahwa hak belajar kontekstual siwa akan terpangkas. Karena study tour yang dirancang dengan baik memberi siswa pengalaman belajar berbasis observasi, interaksi sosial, dan keterhubungan dengan dunia nyata, hal yang sulit dicapai di ruang kelas saja.

Selain itu ada dampak ekonomi yang meluas. Di mana industri transportasi yang sudah berjaalan, pariwisata, dan UMKM lokal kehilangan mata pencaharian yang sebelumnya bergantung pada rombongan pelajar.

Dampak besar selanjutnya adalah degradasi terhadap public trust kepada pemerintah atau pemangku kebijakan. Bahwa ruang dialog memang tidak diakomodir dengan baik untuk mengurai masalah yang ada di tengah masyarakat.

“Keputusan yang diambil tanpa dialog dengan pihak terdampak sering dipersepsikan sebagai langkah sepihak, meskipun niatnya baik,” tutur Syam Basrijal.

Ketimbang menebang sektor bisnis pariwisata, Syam menyarankan agar semua pihak duduk bersama dalam menata persoalan ekosistem yang satu ini. Di mana semua pihak harus mau dan mampu memastikan kepatuhan pada standar keselamatan.

“Standar keselamatan wajib diberlakukan, mulai dari uji laik jalan armada, pembatasan usia kendaraan hingga pelatihan sopir,” usulnya.

Selain itu, ada juga praktik audit dan sertifikasi pada vendor transportasi untuk destinasi wisata yang dilakukan secara berkala, demi meminimalisir potensi kecelakaan yang bisa saja terjadi.

Selain itu, dari sisi pengguna yakni siswa dan pihak sekolah juga perlu diliterasi agar melakukan perencanaan yang lebih matang untuk melaksanakan study tour maupun rekreasi, sehingga dapat mengakomodir semua pihak, termasuk soal pembiayaan yang tidak membebani peserta tour.

“Masa transisi diberikan agar sekolah yang telah merencanakan kegiatan dapat menyesuaikan jadwal dan anggaran,” tukasnya.

Kepemimpinan Restoratif

Di sisi lain, Syam Basrijal menerangkan bahwa kepemimpinan restoratif perlu dilihat secara serius karena menjadi lapisan terdalam dari sebuah kebijaksanaan. Ia tidak hanya memperbaiki sistem, tetapi juga memulihkan luka yang ditinggalkan.

“Pemimpin restoratif memahami bahwa tragedi tidak hanya meninggalkan kerugian fisik, tetapi juga meninggalkan trauma dan kehilangan rasa percaya,” ujar Syam.

Untuk itu, ia menerangkan bahwa ada sejumlah model restoratif yang dapat diambil oleh para peimpin dan pemangku kebijakan. Antara lain dengan dialog multipihak. Dalam konteks study tour tersebut, sebaiknya ajak keluarga korban, guru, siswa, pelaku industri transportasi, pelaku wisata, asosiasi profesi, dan pemerintah duduk bersama membahas solusi.

Selanjutnya, lakukan transparansi data dan proses sehingga publik diberi akses informasi tentang hasil audit keselamatan, daftar vendor yang layak, dan rencana pencegahan kecelakaan.

Selain itu, pendidikan budaya keselamatan terhadap siswa, guru, dan orang tua juga perlu dlakukan. Mereka semua sebaiknya dilibatkan dalam pelatihan dan kesadaran risiko atas keselamatan jalan.

Kemudian penghormatan terhadap korban. Syam Basrijal menyebut bahwa tragedi dijadikan pelajaran bersama yang diintegrasikan ke dalam kebijakan dan kurikulum, bukan sekadar dikenang pada hari peringatan.

“Kepemimpinan restoratif mengubah regulasi menjadi kesepakatan kolektif yang dijaga oleh semua pihak, bukan sekadar perintah dari atas. Hasilnya bukan hanya aman di atas kertas, tetapi aman dalam kesadaran kolektif,” tuturnya.

Sebelumnya diketahui, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengeluarkan surat edaran yang salah satunya berisi larangan untuk kegiatan piknik yang dibungkus dengan label Study Tour oleh para pelajar di wilayah Provinsi Jawa Barat.

Imbauan itu dituangkan dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat, Nomor : 45/PK.03.03/KESRA, tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Maluya tertanggal 6 Mei 2025.

Dalam SE tersebut, tepatnya pada beleid 3, termaktub bahwa sekolah dilarang membuat kegiatan piknik, yang dibungkus dengan kegiatan study tour, yang memiliki dampak pada penambahan beban orang tua. Kegiatan tersebut bisa diganti dengan berbagai kegiatan berbasis inovasi, seperti mengelola sampah secara mandiri di lingkungan sekolah, mengembangkan sistem pertanian organik, aktivitas peternakan, perikanan dan kelautan, serta meningkatkan wawasan dunia usaha dan industri.

Akibatnya, para pelaku usaha transportasi pun menggeruduk Gedung Sate pada hari Senin, 21 Juli 2025 lalu. Di mana para pengusaha bus menuntut Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mencabut larangan studi tur bagi siswa sekolah. Bahkan rencananya, hari Senin 25 Agustus 2025 pagi pun, mereka berencana untuk menggelar demonstrasi jilid kedua di kantor Gubernur Jawa Barat dan DPRD Provinsi Jawa Barat.